Enersi panas yang dapat dikonversi menjadi
listrik dan recovery panas merupakan salah satu keunggulan yang
ditawarkan dari insinerator jenis baru. Enersi tersebut berasal dari panas dalam
tungku, yang biasanya didinginkan dengan air, dan uap air yang terjadi dapat
digunakan sebagai penggerak turbin
pembangkit listrik.
Namun perlu pemahaman bahwa:
o Produk panas yang nanti dikonversi menjadi
listrik, akan tergantung dari nilai kalor sampah itu sendiri. Nilai kalor sampah Indonesia
biasanya sulit mencapai angka 1200 Kcal/kg-kering, bandingkan dengan sampah
dimana teknologi insinerator itu berasal, yaitu paling tidak 2000-2500
kkal/kg-kering. Komponen sampah yang dikenal mempunyai nilai kalor tinggi
adalah kertas dan plastik. Dilemna yang muncul adalah, bila yang dikejar adalah
nilai kalor tinggi, maka upaya daurulang tidak mendukung teknologi ini.
o Sampah Indonesia mengandung banyak sisa
makanan (bisa mencapai 70%) yang dikenal mempunyai kadar air tinggi. Ditambah
musim hujan, serta sistem pewadahan sampah yang tidak tertutup, akan menambah tingginya kadar air.
Secara logika, tambah tinggi kadar air, maka akan tambah banyak enersi yang
dibutuhkan untuk memulai sampah itu terbakar.
o Proses termal menawarkan destruksi massa
limbah secara cepat. Namun semua proses termal tetap akan menghasilkan residu (
bagian non-combustible) yang tidak bisa terbakar pada temperatur operasi.
Tambah tinggi panas, maka residu-nya akan tambah sedikit. Residu ini berada
dalam bentuk abu, debu dan residu lain. Abu biasanya dikenal mempunyai potensi
sebagai bahan bangunan, karena mengandung silikat tinggi. Sampah Indonesia
mengandung abu sampai mencapai 30% berat. Debu atau partikulat akan merupakan
salah satu permasalahan pencemaran udara yang perlu diperhatikan. Biasanya
jalan terakhir yang dilakukan adalah diurug
o Dalam proses termal, beberapa logam berat
yang berada dalam sampah, akan teruapkan seperti Zn dan Hg, yang tergantung
dari titik uapnya. Merkuri (Hg) pada temperatur kamarpun akan menguap. Tambah
tinggi temperatur, akan tambah banyak jenis logam berat yang akan menguap. Agak
sulit menangani jenis pencemar ini.
o Dioxin akan muncul sebagai proses antara
dalam pembakaran material, bukan hanya pada insinerator. Tambah tinggi
temperatur, maka biasanya tambah sedikit bahan antara ini. Bila terjadi
kegagalan dalam mempertahankan panas, atau pada awal operasi atau di akhir
operasi, dimanatemperatur berada pada level yang rendah, maka masalah ini dapat
muncul.
o Apapun teknologinya, maka dalam proses
oskidasi (pembakaran) akan dihasilkan produk oksidasi, yang diantaranya berupa
gas-buang. Bila sistem tidak tercampur sempurna dan pembakaran menjadi tidak
sempurna, maka akan dihasilkan gas-gas yang belum terbakar sempurna.
o Bila material berbasis khlor terbakar, maka
akan dihasilkan produk gas khlor, yang sangat berbahaya karena korosif maupun
karena toksik. Namun dengan adanya uap air, gas yang sangat reaktif ini dengan
mudah menangkap uap air menjadi HCl. Ini juga perlu diklarifikasi dalam
teknologi yang ditawarkan dalam air pollution control, guna mengurangi
terjadinya hujan asam.
o Bila pemanasan dilakukan tanpa oksigen,
maka proses ini dikenal sebagai pirolisis. Modivikasi daripirolisis adalah
gasifikasi yang memasukkan sedikit udara dalam proses. Akan dihasilkan 3 jenis produk, yaitu (a) gas hasil oksidasi tanpa
oksigen seperti CH4 dan H2 (b) C2H4 (ethyelene) dan tar dan (c) arang atau karbon. Seperti halnya insinerasi, maka karena yang
digunakan sebagai bahan adalah
sampah yang sangat heterogen, maka akan dihasilkan by-product lain seperti
gas pencemar, dioxin, residu yang belum dapat terurai. Proporsi produk yang
dihasilkan (gas, cair atau padat) tergantung dari temperatur dan waktu
pembakaran.
o Terdapat serangkaian upaya konversi enersi
dalam sistem insinerator penghasil panas, mulai dari combustor – boiler –
steam generator sampai ke electric generator, yang tidak akan mampu mengkonversi enersi secara mulus 100%. Bila
sampah yang digunakan adalah sejenis sampah di negara industri, maka enersi listrik
sebesar 20 MW/1000 ton-kering sampah dapat dicapai. Dengan kondisi sampah
Indonesia yang mempunyai nilai kalor hanya sekitar 1000 kkal/kg-kering, apalagi
bila kertas dan plastiknya dikeluarkan untuk didaur-ulang, serta kadar air yang
cukup tinggi, maka sebetulnya berdasarkan perhitungan yang konvensional akan
diperoleh paling sekitar 4 MW per kg sampah-basah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar